Cerita Dewasa Nikmatnya Tubuh Aline
Seorang wanita cantik yang bertubuh tinggi saat itu sedang mengambil kopernya dari roda berjalan lalu berjalan menuju pintu keluar bandara internasional JFK sambil menarik kopernya. Wajahnya menengok ke kiri dan kanan setelah keluar dari gerbang bandara. “Aline! over here!!” seorang wanita memanggilnya sambil melambaikan tangan.
Wanita itu menengok ke arah datangnya suara yang memanggil namanya, sebuah senyum tergurat di wajah cantiknya dan ia pun segera mempercepat langkahnya menghampiri wanita bule yang memanggilnya itu.
“Vicky…ooh God, how are you?!” mereka berpelukan seolah melepas rindu lama tidak bertemu.
Aline…ya wanita yang baru keluar dari bandara itu adalah Caroline Inggrid Adita yang lebih dikenal dengan nama Aline Tumbuan atau Aline Adita, model dan presenter ternama Indonesia, yang baru saja bercerai dengan suaminya Aditya Tumbuan (Ayik), putra artis kawakan Rima Melati dan Frans Tumbuan. Ia datang ke negeri Paman Sam ini untuk berlibur dan menenangkan diri dari masalah rumah tangganya itu dan serbuan nyamuk-nyamuk pers yang selalu mencecarnya dengan pertanyaan seputar perceraiannya. Sedangkan wanita yang menjemputnya itu bernama Victoria (27 tahun) yang akrab dipanggil Vicky, salah seorang model Amerika.
Ia memiliki kecantikan khas wanita kulit putih, rambut pirang sebahu lebih, mata hijau, dan tentunya tubuh indah yang tingginya sepantaran dengan Aline, bentuk tubuh yang memenuhi persyaratan seorang model. Aline mengenalnya ketika berkunjung ke Amerika beberapa tahun sebelumnya dalam rangka fashion show. Sejak awal Aline sudah merasa cocok dengannya, mereka sering berbagi cerita dan setelah Aline pulang ke Indonesia hubungan persahabatan ini pun terus berlanjut melalui email dan facebook.
Ia pun sering curhat mengenai kemelut rumah tangganya itu pada Vicky dan atas saran model berambut pirang inilah akhirnya Aline mengambil keputusan untuk berlibur ke Amerika untuk refreshing dan dapat ngobrol lebih banyak. Vicky juga menawarkan padanya untuk menginap di apartemennya dan bersedia menemaninya belanja serta jalan-jalan karena kebetulan jadwalnya sedang tidak terlalu padat. Kali ini adalah pertemuan mereka yang kedua setelah beberapa tahun.
Vicky membantu Aline menarik kopernya ke tempat parkir, setelah memasukkannya ke bagasi, ia menyalakan mesin dan mobil pun mulai meninggalkan bandara. Saat itu waktu langit sudah hampir gelap, waktu telah menunjukkan pukul tujuh malam.
“You must be tired, rest at my place at least a minute or two and then we hit the road for dinner. How bout that?” tanya Vicky.
“Sounds good.” jawab Aline
Tak lama, mereka sampai lah di sebuah apartemen tempat tinggal Vicky, mobil memasuki basement dan mereka lalu menurunkan barang bawaan.
“Welcome to my place!” Vicky membukakan pintu dan mempersilakan Aline masuk.
Apartemen itu termasuk kelas menengah atas, kamarnya cukup luas dengan ruang tamu dan dapur mini, desain interior dan mebelnya juga elegan. Setelah mandi, Aline merasakan tubuhnya lebih segar dan siap untuk keluar makan malam. Vicky membawa mobilnya ke sebuah restoran Thai. Mereka menikmati hidangan suki dengan saus tomyam yang asam pedas itu sambil mengobrol seru karena sudah lama tidak bertemu.
Vicky berkata bahwa ia sangat senang mendapat teman yang berkunjung dan mau menginap di tempatnya. Di kota-kota besar seperti New York ini gaya hidupnya terlalu individualis dan seringkali membuat kehidupan terasa hambar, apalagi kalau tinggal sendiri, jauh dari keluarga seperti dirinya. Sebenarnya saat jadwal tidak padat seperti sekarang ini, ia biasanya berkunjung ke tempat orang tuanya di Ohio, namun kebetulan saat itu mereka pun sedang berlibur ke Kanada.
Mereka tertawa-tawa sambil menyantap makanan, keduanya sungguh cocok walaupun berbeda bangsa dan jarang bertemu. Sepulang ke apartemen, Aline sudah merasa sangat letih, setelah sikat gigi dan ganti baju, ia langsung menjatuhkan diri ke ranjang. Mereka tidur bersama di kamar Vicky. Baru ngobrol tidak sampai sepuluh menit Aline sudah tidak menjawab apapun lagi ketika ditanya oleh temannya itu. Vicky yang mengerti kondisi Aline yang baru menempuh perjalanan jauh itu pun segera menarik selimut hingga leher dan memejamkan mata juga.
Keesokan harinya, 8.20
Sinar matahari masuk melalui jendela kamar itu. Aline terbangun dari tidurnya, ia mengejap-ngejapkan matanya, ia menengok ke sebelah. Vicky sudah tidak ada di sana, ia pun lalu menegakkan tubuhnya dan menggeliat. Ia menurunkan sepasang kaki jenjangnya menyentuh lantai. Tubuhnya yang indah dibungkus gaun tidur pendek berbahan sutra pink. Ia meraih gelas berisi air putih di bufet kecil samping ranjang dan meminumnya. Setelah itu ia beranjak keluar dari kamar untuk mencari Vicky, baru saja keluar dari pintu kamar dan hendak memanggil nama temannya itu, telinganya menangkap suara desahan. Penasaran dan deg-degan, ia memelankan langkahnya agar tidak bersuara. Suara itu terdengar makin jelas, bukan hanya desahan wanita, juga ada geraman pria. Aline memepetkan dirinya pada tembok dan mengintip ke arah dapur minibar yang letaknya bersebelahan dengan ruang tamu di hadapannya.
“Ya Tuhan…Vicky!” serunya dalam hati menyaksikan adegan di dapur itu.
Vicky berdiri agak menungging, kedua tangannya bertumpu pada kulkas di hadapannya. Ia masih mengenakan kemeja gombrong yang dipakainya tidur semalam, hanya saja kancing-kancingnya telah terbuka semua dan celana dalam hitamnya telah melorot tersangkut di lututnya. Di belakangnya seorang pria berkumis bertubuh gempal (dari wajahnya sepertinya ia orang Pakistan atau India atau wilayah lain di Asia Selatan) sedang mendekap tubuhnya sambil menyentak-nyentakkan pinggulnya menyetubuhi wanita kulit putih itu.
“Ooh…what a bad boy you are, sshhh!” sahut Vicky di tengah desahannya.
“But you love it Vicky, don’t ya?”
“God damn it…hurry, do it quickly!”
“Uuhh…yeahh…you’re so tight babe!” dengus pria itu sambil meremasi payudara Vicky yang sudah terbuka.
Pria itu terus menggenjoti Vicky semakin ganas sampai kulkas tempatnya bertumpu ikut berguncang. Hal itu membuat Vicky mendesah semakin tak karuan, namun terlihat ia berusaha menahan suaranya agar tidak terlalu keras, sesekali nampak ia menggigit bibir bawahnya.
Jantung Aline berdebar kencang mengintip kedua insan yang sedang berasyik masyuk itu. Diakui atau tidak, ia terangsang juga karenanya, tanpa sadar tangan kirinya merabai payudara dan tangan kanannya merayap turun meraba selangkangannya. Ia merasakan darahnya berdesir dan vaginanya lembab. Terbayang lagi saat-saat indah bercinta dengan suaminya dulu ketika masih bersama. Sebelumnya memang Vicky pernah bercerita tentang kehidupan seksnya yang liar, seperti terlibat dalam pesta-pesta seks atau sex with stranger.
Kalau mau terus terang Aline pun menyukai cerita-cerita nakal teman bulenya itu, bahkan seringkali menginspirasi teknik dan gaya bercinta dalam kehidupan seksnya dengan Ayik dulu. Namun baru kali ini ia menyaksikan seperti apa yang diceritakannya itu, matanya tidak berkedip mereka demikian nikmatnya berpacu dalam birahi dan membuatnya terhanyut. Desahan Vicky yang makin tak karuan walaupun ia berusaha menahannya menandakan ia sudah di ambang klimaks, ia turut menggoyangkan pinggulnya menyambut sodokan pria berkulit gelap itu.
“Ooohh…God…yessshhh….I got it…eeenngghhh!!” Vicky mengerang panjang dan tubuhnya menggelinjang.
Pria itu masih terus menggenjotnya, terdengar suara decakan karena selangkangan Vicky semakin becek oleh cairan orgasmenya. Baru tiga menit kemudian, ia menghentikan pompaannya dan menarik lepas penisnya dari vagina gadis bule itu. Saat itulah Aline tertegun dan menelan ludah melihat penis pria itu yang begitu hitam dan panjang. filmbokepjepang.com Dengan agak lunglai Vicky menjatuhkan dirinya berlutut di hadapan pria itu. Tangannya meraih penis yang masih mengkilap karena basah itu. Aline memperkirakan ukuran penis pria itu dua genggam melihat dari Vicky yang menggenggamnya dengan satu tangan dan menyisakan bagian yang masih cukup panjang, belum pernah dirinya merasakan yang sebesar itu. Vicky menyapukan lidahnya membersihkan benda itu mulai dari buah zakar hingga ke kepalanya yang menyerupai helm tentara.
“In my mouth please!” habis berkata Vicky langsung memasukkan penis itu ke mulutnya.
Pria itu merem-melek dan kepalanya sesekali menengadah menahan nikmatnya kuluman dan jilatan Vicky.
“Uuhh…great, I’ll cum in your mouth…mmhh!” desah pria itu sambil mengelus-elus rambut pirang Vicky.
Sementara di balik tembok, Aline merasakan birahinya semakin menggelegak, putingnya mengeras dan vaginanya semakin lembab karena gosokan-gosokan jarinya dari luar. Ada keinginan penis perkasa si pria berdarah Asia Selatan itu memasuki vaginanya dan merojokinya seperti yang terhadap temannya tadi, tapi tidak…bagaimanapun ia adalah wanita timur yang harus menjunjung tinggi norma-norma ketimuran sekalipun telah bercerai, ia merasa tidak pantas melakukan hal itu sembarangan apalagi mengingat statusnya sebagai public figure. Tak lama kemudian, pria itu mendesah lebih panjang, tubuhnya menegang.
“I’m cumming sweety…yeaahh…ooohh holy shit!” ceracaunya melampiaskan kenikmatan.
Vicky nampak berkonsentrasi menerima semprotan sperma pria itu di mulutnya, tangan kanannya mengocoki penis itu dan mulutnya menyedoti cairan putih kental yang muncrat dengan derasnya itu. Ia menyedotinya hingga habis, tak setetespun cairan itu meleleh di pinggir mulutnya, setelah itu barulah ia mengeluarkan penis itu dari mulutnya. Si pria langsung bersandar lemas pada meja dapur di belakangnya, penisnya menyusut namun ukurannya tetap besar bila di banding ukuran orang Indonesia pada umumnya. Aline menyudahi mengintipnya, dengan langkah perlahan ia kembali ke kamar karena tidak ingin ketahuan ngintip. Sampai di kamar, ia segera masuk ke kamar mandi yang terletak di dalam situ. Di dalam sana, adegan tadi masih terbayang-bayang di memorinya, tangannya kini bergerak masuk ke celana dalamnya. Ooohh…rasanya geli luar biasa ketika jarinya menyentuh bibir vaginanya, ia terus menggerakkan jarinya merangsang diri sendiri sementara tangannya yang lain menyusup masuk ke dadanya memilin-milin putingnya sendiri. Sekitar lima menit lebih ia melakukan masturbasi menuntaskan birahinya akibat mengintip adegan panas barusan. Akhirnya, desahan lirih keluar dari mulutnya bersamaan dengan cairan hangat dari vaginanya, tubuhnya yang bersandar di dinding melorot lemas hingga terduduk di lantai, nafasnya naik-turun. Ia melihat jari-jarinya, cairan bening yang berasal dari vaginanya belepotan disana.
Setelah mencuci tangan dan muka, Aline membuka pintu kamar mandi, ia berjalan perlahan ke luar kamar, dalam hatinya masih tertanya-tanya, apakah mereka masih bersetubuh di dapur. Baru saja beberapa langkah keluar dari kamar, ia berpapasan dengan Vicky dan pria yang menyetubuhinya tadi itu. Keduanya telah berbenah diri, Vicky telah mengancingkan kembali kemejanya, nampaknya ia hendak mengantarkan pria itu keluar.
“Oooh…Aline, get up already?” Vicky terlihat sedikit kaget tapi dengan cepat ia menutupi kegugupannya itu dengan memperkenalkan pria itu pada Aline, “Eeerr…let me introduce, this is Malik, electrician here, he has just fixed my kitchen’s exhaust fan…Malik….Aline, friend from Indonesia!” katanya memperkenalkan.
“Hi, nice to meet you…welcome to US!” Malik menjulurkan tangan menyalami Aline.
“Hello, nice to meet you too!” Aline menyambut tangan pria itu.
Pandangan Malik menyapu tubuh Aline dari ujung kaki hingga kepala mengagumi tubuh indahnya yang saat itu masih terbungkus gaun tidur minim, terutama sepasang paha jenjangnya yang putih mulus dan bagian dadanya yang berpotongan rendah itu. Tangannya menjabat tangan Aline agak lama seperti ingin merasakan kehalusannya, membuat Aline sedikit nervous. Namun pria itu mengetahui reaksi Aline yang nervous dan dengan segera dapat menutupi sikapnya dengan pamit meninggalkan mereka.
“Come on Aline, lets have some meal!” kata Vicky setelah menutup pintu lalu berjalan menuju mini bar, tempatnya beradegan panas tadi.
Mereka sarapan dengan lahap sambil mengobrol dalam suasana akrab. Dalam kesempatan itu, Aline sempat menanyai Vicky apakah ia masih betah melajang hingga kini. Tanpa ragu, wanita berambut pirang itu menceritakan tentang kisah cintanya yang berkali-kali gagal sehingga membuatnya lelah menjalin hubungan serius untuk sekarang ini. Dari sana lah ia mulai menjadi seorang petualang seks dan ia menyukai hubungan seks yang spontan dengan orang yang tidak dikenali, itu menimbulkan sensasi tersendiri, demikian katanya. Vicky melanjutkan ceritanya tentang pengalamannya bercinta di kompartemen kereta api dengan seorang pria negro yang adalah penumpang sekompartemen dengannya. Diceritakannya dengan detil bagaimana penis besar si negro itu mengobrak-abrik vaginanya dan sensasi tegangnya ketika aktivitas mereka hampir ketahuan petugas yang memeriksa tiket.
“It’s such an exciting moment and it really turns me on. You should try it sometimes…if you dare of course” katanya sambil memasukkan potongan selada dan telur matasapi ke mulutnya.
“Eeerr…I don’t think so…maybe too risky for me”
Penuturan Vicky yang blak-blakan itu sungguh membuat Aline terangsang, namun ia masih merasa canggung melakukan seperti temannya itu. Memang sebagai selebritis ia tidak asing lagi dengan gaya hidup demikian. Ia pernah menghadiri pesta pribadi temannya yang menampilkan stripper pria, namun tidak lebih dari nonton saja, berpose seksi di majalah pria pun pernah dilakukannya seperti yang sempat heboh beberapa waktu lalu. Tapi melakukan hubungan seks dengan orang asing seperti itu sepertinya ia masih ragu walau terus terang dirinya membutuhkan nafkah batin yang cukup lama belum dipenuhi sejak berpisah dari Ayik.
“Hm… what do you think? Was it good? Was it hot?” tanya Vicky membuat Aline terkejut.
“Wh-what do you mean? What was hot?” Aline balik tanya agak tergagap, “mana mungkin dia tau?” tanyanya dalam hati.
“Oh…come on, don’t pretend you don’t saw anything. We’re both adult”
Aline terdiam kaku tidak bisa menjawab apa-apa selama beberapa detik, mulutnya melongo, matanya memandang Vicky yang justru tersenyum nakal padanya.
“Bingo! so you DID watched us…me and Malik, did you??” lanjutnya tertawa renyah, “I know from your reaction, hihihi…you cannot lie to me, your smile gives away everything. Hi hi hi!”
“You’re such a slut…how could you!” Aline memukul pelan lengan Vicky dengan wajah bersemu merah.
Vicky tertawa lepas melihat Aline yang nampak malu-malu itu membuatnya makin salah tingkah. Setelah selesai makan dan mandi, mereka pun bersiap-siap untuk keluar.
Hari itu Vicky mengajak Aline ke beberapa pusat perbelanjaan ternama di kota itu. Dalam waktu singkat tangan mereka sudah penuh menenteng kantong belanjaan. Selera Aline dalam memilih barang termasuk tinggi juga dan cukup royal dalam mengeluarkan uangnya, karena itulah ia pernah dipercaya menjadi pembawa acara ‘Wisata Belanja’ di salah satu stasiun TV tanah air. Demikian pula Vicky, ia juga sama-sama penggemar shopping seperti Aline dan dalam selera mereka pun banyak kesamaan, itulah salah satu yang membuat keduanya cocok. Keasyikan shopping membuat kedua model itu agak terlambat makan siang, baru jam dua lebih waktu setempat mereka makan siang di sebuah kafe di pusat perbelanjaan tersebut. Sambil menikmati makan siang, Aline banyak curhat mengenai pernikahannya yang gagal, sebenarnya ia masih sayang pada mantan suaminya itu, juga hubungannya dengan mertu pun sangat dekat sampai bekerjasama mengelola sebuah restoran di ibukota, tapi ketidakcocokan dan pandangan hidup membuat keduanya terpaksa berpisah. Rumah tangga yang dari luar nampak baik-baik itu pun harus bubar. Aline sempat menitikkan air mata dan suaranya tersendat di tengah ceritanya. Vicky menggenggam tangannya dan menghiburnya.
“Honestly, I’m jealous of you Vicky, happily single, free, just like a bird” kata Aline.
“No dear…Each of us has our own problems, I also want to be loved eternally, to settle down, have a family, have children and living happily ever after. It’s just that…I’m not ready yet for any commitment.” kata Vicky menghela nafas.
Setelah menyelesaikan makan siang mereka melanjutkan window shopping dan belanja sedikit. Kemudian Vicky mengajaknya berjalan-jalan di taman dekat situ, pemandanganya indah dan suasanya tenang. Mereka beberapa kali berpotret ria di sana. Semua itu membuat Aline merasa lebih rileks dan terhibur dari kegalauan hatinya.
“What did you do after broke off?” tanya Aline bersandar di bangku panjang taman itu.
“Emmm…doing something naughty, such as you saw this morning!” jawabnya tersenyum nakal.
****************************
Hari kedua
Pagi-pagi kurang lebih jam tujuhan, Vicky sudah bangun, ia bersiap-siap untuk berangkat ke tempat kerjanya. Hari itu ia ada janji dengan manajemen dan klien
“Make yourself home, I’ll be late!” pesannya ketika akan berangkat sambil memberikan kunci serep apartemennya pada Aline.
Setelah Vicky pergi, Aline melanjutkan kembali tidurnya dan baru bangun sekitar setengah sembilan lebih. Ia menyiapkan sendiri sarapannya berupa roti dan susu. Ia menyandarkan tubuhnya di jendela sambil menikmati sarapannya, matanya memandang ke bawah menyaksikan sibuknya kota itu pada pagi hari. Tiba-tiba terdengar nada dering dari ponselnya, Aline mengambil benda itu di atas meja dapur dan melihat layarnya. Ahh…ternyata Indah, temannya sesama model.
“Ya…halo Dah!” sapa Aline
“Halo…lagi ngapain nih? Udah ketemu Keannu Revess belum?” kata suara di seberang sana.
Selama lima belas menitan Aline berbincang di ponsel dengan Indah. Topik percakapannya biasa saja diselingi sedikit bercanda. Indah menanyakan keadaan Aline dan bagaimana liburannya di Amerika, apakah menyenangkan.
“eh ini sori Lin, gua bukan mau bikin lo panas, tapi…”
“tapi apa, Dah?”
“tapi janjji ya lo ga marah ma gua…”
“iya, apaan sih?”
“beneran gak marah?”
“iya! iya! cepetan mau kasih tau apa?”
“mmm, kemarin lusa gua ketemu ma si Ayik”
“terus?” Aline semakin penasaran dengan cerita Indah, ia merasakan bahwa temannya itu ada berita yang tidak enak.
“Gini, gua kan kemaren jalan di mall bareng temen tuh…gua liat jelas tuh si Ayik di foodcourt, dia lagi sama cewek lain, suap-suapan gitu”
“Oohh itu, ya gapapa lah, kita kan dah sendiri-sendiri, jadi dia mo jalan sama siapa juga ya bukan urusan gua lah” jawabnya santai, “panas apanya Dah? gua adem ayem aja kok”
Sesungguhnya Aline merasakan sesak dalam dadanya mendengar berita itu, namun ia berusaha bersikap biasa dan menutupinya dengan memindahkan ke topik lain. Setelah sekitar 20 menit bercakap-cakap, ia mengakhiri pembicaraan.
Aline memulai hari itu dengan tour keliling kota bersama sebuah agen wisata yang direkomendasikan Vicky. Pemandu wisata banyak bercerita dalam perjalanan mengenai tempat-tempat yang dilalui bus yang mereka tumpangi, seperti mengenai gedung-gedung bersejarah, tempat-tempat penting, juga diselingi lelucon ringan. Namun Aline tidak terlalu mendengarkan semua itu, hatinya masih terluka mengingat-ingat Ayik yang sedemikian mudah berpindah ke lain hati. Luka yang seperti ditulis dalam sebuah puisi melankolis yang ditulis oleh penyair Shen Gongshu dari Dinasti Song, yang berbunyi demikian,
Aprikot berbunga, disapu oleh hujan,
Bunganya yang kemerahan gugur dan memudar,
Wanginya mengalir bersama sungai.
Yang terkasih berada jauh, namun cintanya tetap tinggal.
Satu pergi dalam duka, yang lain menatap,
dan menunggu dengan sia-sia di bawah bayangan dinding.
Siapa yang akan memetiki plum yang hijau?
Ke mana kuda berpelana emas itu pergi?
Willow hijau masih berbaris di jalan menuju selatan.
Dalam sekejap, awan dan hujan telah hilang,
Perasaan sayang datang dan pergi dengan mudahnya.
Burung layang-layang berceloteh,
Menyebarkan berita tentang dia yang jauh.
Sumpah dari cinta yang tiada akhir,
Kapankah jodoh akan bertemu kembali?
Saat itulah jiwa akan tenang.
Namun kini, tiada yang bisa dilakukan,
selain menahan duka yang meluap.
Menjelang jam makan siang bus tiba di Central Park, taman terbesar di New York yang juga salah satu objek wisata favorit, tempat ini juga seringkali dipakai lokasi syuting film-film Holywood. Rombongan itu makan siang di sebuah kafe di Central Park, Aline cukup terhibur dengan adanya seorang wanita tua wisatawan dari Belanda yang mengajaknya ngobrol walau dengan bahasa Inggris agak patah-patah. Wanita itu ternyata tahu cukup banyak mengenai Indonesia karena pernah berkunjung beberapa kali, selain itu kedua negara tersebut mempunyai hubungan historis. Ngobrol dengannya membuat Aline melupakan sejenak hal-hal yang tidak enak. Tour keliling kota itu berakhir pukul 16.00 waktu setempat, bus pun kembali membawa mereka kembali ke kantor biro perjalanan. Dalam perjalanan pulang wanita tua Belanda itu bercerita mengenai keluarganya sambil mengenang suaminya yang telah meninggal tiga tahun lalu. photomemek.com Nada bicaranya agak sedih ketika menceritakan bagian itu, namun mulai ceria lagi ketika menceritakan anak-anaknya lima orang yang sudah berhasil semua dan memberinya banyak cucu. Diam-diam timbul rasa iri dalam hati Aline, betapa ingin ia melewati hidup bersama orang yang dikasihi hingga kakek nenek dan hanya maut yang memisahkan, seperti janji yang mereka ucapkan di depan altar pernikahan dulu. Namun impian itu kini telah lenyap bagaikan telapak kaki di pasir pantai ditelan ombak
Bus yang ditumpangi Aline tiba di halte dekat apartemen Vicky, ia turun dari bus setelah memberi salam perpisahan pada si wanita tua itu. Ia harus berjalan kaki sekitar 300 meteran untuk tiba di apartemen. Saat itu waktu telah menunjukkan pukul 18.24 waktu setempat, namun langit masih terang seperti siang, hal yang biasa di negara-negara yang terletak di belahan bumi utara dimana pada paruh tahun pertama siang lebih panjang dari malam.
“Hello there!” sapa Malik yang baru keluar dari gerbang.
“Hi!” balasnya menyapa disertai senyum kecil.
Baru tiga langkah berlalu dari pria itu, kembali terbesit dalam memorinya kejadian kemarin pagi dimana pria itu menggarap Vicky dengan penisnya yang perkasa. Darahnya berdesir mengingat semua itu. Entah kekuatan apa yang menggerakkannya, ia tiba-tiba membalikkan badan dan memanggil pria itu.
“Eemm, Malik! Wait a second!” panggilnya.
“Yes what can I do for you, Miss??”
“Are you going home now?”
“Probably not just yet, I just look for something to eat”
“I…I…need you to come to my room…err…Vicky’s room I mean…I think there is problem with the air conditioner”
“Is there something wrong with it? ok, I’ll check it out for you.”
“Ok thanks, I’ll wait there”
Jantung Aline berdebar semakin kencang, bagaimana mungkin dirinya sampai seberani ini dengan mengundang pria itu ke kamar? Apa yang harus dilakukan bila pria itu datang nanti karena sebenarnya tidak ada masalah apapun pada AC. Pikiran itu terus terngiang-ngiang hingga membuatnya berjalan mondar-mandir di dalam kamar apartemen Vicky. Maka ia sengaja membuka kap penutup tombol AC dan menekan tombolnya secara acak, kemudian diraihnya remote AC untuk mencobanya. Alhasil AC itu menyala agak tersendat. Semoga Malik bisa memperbaikinya kembali seperti semula, kalau tidak harus omong apa pada Vicky nanti, demikian pikir Aline. Berikutnya yang terlintas di otaknya adalah pakaian apa yang harus dipakainya untuk menyambut pria itu nanti.
Matanya tertuju pada kimono Vicky yang tergantung pada tiang gantungan dekat kamar mandi. Ia pun melangkahkan kakinya ke arah tiang gantungan sambil melepaskan kaos yang dipakainya lalu celana panjangnya hingga tersisa bra dan celana dalam hitamnya. Diraihnya kimono berbahan sutra berwarna ungu itu, ia baru mau memakai kimono itu ketika menoleh ke samping melihat dirinya dalam cermin besar yang menempel di pintu lemari. Ia melihat tubuhnya sendiri yang masih indah, betisnya yang kencang, perut yang rata, ia lalu menyampingkan tubuhnya melihat bentuk pinggulnya yang membentuk lekukan indah. Tidak ada yang kurang dari semuanya, tapi kenapa perceraian ini harus menimpanya? Ternyata tubuh yang indah dan wajah cantik seperti yang dimilikinya tidak menjamin kelanggengan rumah tangga, bahkan pria yang pernah menjadi suaminya itu begitu cepat mencari wanita lain setelah bercerai. Kemudian ia menggerakkan tangan ke punggung melepaskan pengait bra nya, bra itu pun lalu terlepas dari tubuhnya sehingga sepasang payudaranya yang berukuran sedang namun montok itu kini tak tertutup apa-apa lagi. Ia meraih payudara kirinya dan meremasnya perlahan, jarinya menggesek putingnya sendiri. Uuhhh…nikmatnya, betapa cepat dirinya terangsang, kembali terbayang-bayang di ingatannya bagaimana pria itu menyetubuhi temannya kemarin, ia membayangkan tangan kasar pria itulah yang sedang memilin-milin putingnya, lalu merambahi bagian tubuh lainnya lebih jauh lagi. Dikenakannya kimono ungu itu pada tubuhnya, pas sekali karena postur tubuhnya tidak berbeda jauh dengan Vicky, juga terlihat seksi dengan dadanya yang rendah sehingga memperlihatkan sedikit belahan dada. Bagian bawahnya mencapai lutut namun belahannya cukup untuk memperlihatkan pahanya yang mulus. Sempurna, demikian pikirnya, penampilan seperti ini tentu lebih dari cukup untuk menggoda si tukang listrik itu. Setelah itu Aline menjatuhkan diri ke sofa dan menyalakan TV menunggu kedatangannya. Menit demi menit berlalu menambah cepat detak jantungnya.
“Please Aline, masih belum telat kalau mau mundur!”
“No, no, no kenapa harus mundur? Lu kan dah ga terikat sama sapa-sapa lagi? Disini kan bukan Indo? Ga ada wartawan infotainment yang buntutin? Apa salahnya main gila dikit? Di sini ga ada yang peduli, mumpung semua bebas!”
Konflik batin itulah yang berkecamuk dalam benaknya sehingga membuatnya tidak memperhatikan acara di TV.
‘Tok-tok-tok’ bunyi ketukan di pintu membuatnya terhenyak, ia mematikan TV dan bangkit berdiri untuk membuka pintu. Sebelumnya, ia mengintip dulu lewat lubang pintu.
“Oh, dia dateng…uuhh, ok stay cool!” katanya dalam hati pada diri sendiri melihat yang datang itu tak lain adalah Malik.
Aline membukakan pintu dan mempersilakan pria itu masuk. Seperti kemarin Malik diam-diam mencuri-curi pandang tubuh Aline dari balik kimononya. Setelah menjelaskan masalahnya, pria itu pun mulai bekerja mengutak-utik AC itu.
“Don’t worry, it’s not serious Miss” katanya
“Good, I’m afraid Vicky will get mad if she find something wrong with it” kata Aline dari minibar sambil menyiapkan minum untuk pria itu.
Ia membuka lemari dapur dan menemukan sebotol Gin Tonic, tanpa pikir panjang ia membuka tutupnya dan meminumnya beberapa teguk langsung dari botol ketika Malik sibuk memperbaiki AC dan tidak melihat ke arahnya. Sebentar saja pengaruh minuman itu langsung terasa, tubuhnya mulai panas disertai sedikit pusing pada kepala, selain itu timbul keberanian lebih dalam menghadapi pria itu. Setelah mengisi gelas dengan air putih ia membawanya ke ruang tamu dan meletakkannya di meja.
“Thanks” sahut Malik sambil terus bekerja
“How long have you worked here?” tanya Aline
“Almost five years, how about you? Is it your first time here?”
“No, I’ve been here several times before and…where do you come from? India? I guess?”
“Almost correct, close to it, I moved from Pakistan here in 99”
“Do you have family?” tanya Aline lagi.
“I did, I divorced four months before I immigrated here, my only son is with his mother in Rawalpindi, and you?”
“Same like you…divorced, but still have no child” jawab Aline datar.
Aline merasakan alkohol dalam tubuhnya semakin bekerja, suhu dalam tubuhnya meningkat dan membuat gairahnya semakin naik. Ia semakin berani menggeser tubuhnya mendekati Malik yang sedang memperbaiki AC.
“So you often do it with Vicky eh?” pertanyaan itu terlontar begitu saja dari mulut sang model cantik itu.
Malik terhenyak dan menghentikan pekerjaannya, demikian juga Aline, ia mengira dirinya seberani itu.
“Do you mean…?”
“Yes…like yesterday there” jawab Aline sambil menengok ke arah kulkas di minibar, biarlah sudah kepalang tanggung pikirnya, kenapa dirinya tidak bisa main gila sementara (bekas) suaminya saja melakukannya, lagipula ia sedang berada di tempat yang jauh dari tanah air.
“I bet you want it too, don’t you?” Malik melangkah mendekatinya hingga jarak mereka hanya tinggal sejengkal saja.
Aline dapat merasakan hembusan nafas pria itu, bulu kuduknya merinding, darahnya berdesir, situasi semakin panas saja seiring suhu tubuhnya.
“So what are you waiting for?” tanyanya sambil mengelus dada bidang pria itu.
Sebuah seringai tergurat di wajah Malik, ia menggenggam tangan Aline yang mengelus dadanya merasakan kehalusan kulitnya kemudian dengan sigap ia mendekap tubuh wanita itu dan melumat bibirnya. Sekejap saja mereka sudah terlibat percumbuan panas dan penuh nafsu. Tangan keduanya melucuti pakaian pasangan masing-masing, Aline begitu agresif mempreteli kancing kemeja kerja pria itu. Malik menggerakkan tangannya meloloskan kemeja itu tanpa melepas ciuman, lalu tangannya kembali meremas payudara kiri Aline yang sebelumnya telah terekspos, tangan satunya menarik lepas tali pinggang kimono itu. Setelah itu, tangannya menggeser kimono itu hingga terlepas dari tubuh pemakainya dan jatuh ke lantai.
Wahai gairah! Mudah dipancing namun tak mudah dihalau
Bersembunyi di tempat-tempat sepi dan menyergap pada saatnya,
Meruntuhkan moral para lelaki dan menumbuhkan pikiran kotor.
Menghanyutkan manusia bak cinta terlarang Ximen dan Pan.*
Kini hanya tinggal celana dalam yang masih melekat di tubuh Aline. Dada pria itu yang ditumbuhi bulu-bulu lebat bergesekan dengan tubuhnya dan bulu-bulunya terasa menggelitiknya. Aline menyambut lidah Malik yang menyeruak masuk ke mulutnya dengan penuh gairah, lidahnya saling jilat dan saling belit dengan lidah pria itu, sementara itu tangan Malik bergerilya menjamahi kemulusan tubuh Aline. Telapak tangannya yang besar mengelus punggung, payudara, lalu merambat turun menggeser turun celana dalam Aline hingga melorot sebagian. Diremasnya pantat Aline yang membentuk lekukan sempurna itu dengan gemasnya. Aline dapat merasakan benda keras di balik celana pria itu menekan perutnya, didorong keinginan yang besar untuk mereguk kepuasan bersamanya, ia meraih selangkangan Malik. Penis besar yang kemarin dilihatnya itu kini dipegangnya walau masih dari luar celana.
“Gile…gedenya!” sahutnya dalam hati saat mengelus tonjolan itu dan mengira-ngira ukurannya, punya Ayik jelas kalah dibanding yang satu ini.
Kini mulut Malik turun ke dagu, leher, pundak hingga akhirnya payudara. Tangan kanannya meremas satu payudara Aline sambil mulutnya menciumi dan mengenyoti payudara yang lain, sementara tangan kirinya terus menggerayangi tubuh model cantik itu telah tiba di selangkangannya.
“Ssshhh…yesshh…ssshhh!” desah Aline saat tangan Malik menyentuh kemaluannya yang ditumbuhi bulu-bulu yang tercukur rapi membentuk segitiga hitam.
Tubuh Aline tersentak seperti tersengat listrik ketika jari-jari pria itu masuk dan mengelus-elus bibir vaginanya. Ia meraih celana dalamnya dan menurunkannya, lalu menggerakkan kakinya hingga pakaian terakhir yang melekat di tubuhnya itu terlepas dan tergeletak di lantai bersama kimononya yang telah lepas terlebih dulu.
“No…Malik, I said no!” katanya sambil melepaskan kepala pria itu yang sedang mengenyot payudaranya.
“What’s up?” tanya Malik bingung.
“I mean…not here, come with me!” kata Aline seraya menggandeng tangan pria itu dan membawanya ke kamar.
Mereka kembali berpagutan di depan ranjang dan menjatuhkan diri ke kasur empuk itu. Aline lalu berguling hingga tubuhnya di atas pria itu. Tangannya mulai bergerak melucuti celana yang dipakai pria itu, ia menunjukkan keliarannya di atas ranjang seperti dulu ketika masih bersama suaminya. Betapa tercekatnya ia setelah melihat penis Malik menyembul keluar dari celana dalamnya dan mengacung tegak.
“You like it?” tanya Malik sambil membelai rambut Aline yang terpana menatapi penisnya, “taste it babe!”
Tanpa diperintah lagi dan tanpa perlu diperintah pun, Aline membelai benda itu. Indera perabanya merasakan urat-uratnya yang bak akar pohon itu berdetak mengalirkan darah. Semakin dibelai benda itu semakin keras dan membengkak saja. Memang benar kata Vicky, ukurannya memang besar dan panjang, hampir dua kali milik Ayik.
“Uuuhh…yeaaahh!!” lenguh Malik ketika Aline tanpa ragu mendaratkan lidahnya di kepala penisnya yang disunat dan menyapu daerah itu dengan itu dengan lidahnya.
Entah mengapa, walau ada perasaan ngeri dan jijik dengan penis yang hitam besar dan aromanya yang aneh itu, Aline terus menciuminya dengan sepenuh hati.
“Great start babe…it’s time for 69, here…give me your pussy!” sahut Malik sambil melambai.
Gairah dalam diri Aline semakin menggebu-gebu sehingga ia menurut saja dan menyodorkan selangkangannya ke wajah pria itu dalam posisi 69.
“Oooohhh!” desahan lirih keluar dari mulutnya saat merasakan jari pria itu membuka bibir vaginanya disusul lidahnya yang kasap menyapu telak bagian tengah kewanitaannya yang sensitif itu.
Rangsangan itu memicunya untuk melanjutkan tugasnya, maka ia pun membuka mulutnya dan memasukkan penis itu ke mulutnya. Kepala penis itu menyentuh tenggorokannya namun benda itu belum sepenuhnya masuk ke mulutnya padahal itu pun sudah terasa sesak di mulutnya. Aline sudah menduga hal ini berdasarkan yang dilihatnya kemarin, Vicky pun tidak bisa memasukkan seluruh penis itu ke mulutnya. Kepala Aline nampak naik turun menservis penis Malik, kuluman dan jilatannya begitu memanjakan pria Pakistan itu sehingga pria itu melenguh keenakan dengan tubuh bergetar. Sementara Malik sendiri tidak kalah seru menjilati dan menyeruput vagina model cantik itu, jarinya pun turut aktif menusuk-nusuk liang kenikmatannya.